Sabtu, 21 Februari 2009

Permasalahan Pengembangan Pangan dan Bioenergi di Idonesia dan Beberapa Alternatif Pemecahannya

Krisis energi dari bahan fosil di dunia telah ditanggapi dengan berbagai strategi pencarian sumber-sumber energi baru diantaranya melalui pengembangan bioenergi. Indonesia termasuk negara yang memproklamirkan pengembangan bioenergi melalui pemanfaatan lahan-lahan marginal untuk tanaman sumber bioenergi. Pada saat yang sama, Indonesia juga mengalami krisis pangan yang memprogramkan peningkatan produksi berbagai jenis tanaman pangan. Oleh karena itu, pengembangan bioenergi harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang tidak boleh mengorbankan ketersediaan dan ketahanan pangan. Pengembangan bioenergi perlu diarahkan dengan tidak mengkonversi bahan pangan utama Indonesia seperti tebu, jagung, dan kedelai meskipun di negara lain bahan pangan tersebut merupakan sumber bioenergi. Pengembangkan sumber bioenergi lain seperti singkong, sorghum, sagu, serta biomassa yang dapat tumbuh pada lahan marjinal merupakan alternatif yang perlu dikaji lebih mendalam. Pengembangan lahan untuk produksi tanaman bioenergi diarahkan pada lahan kritis yang sulit dikembangkan untuk produksi bahan pangan. Untuk keperluan itu, perlu dilakukan pemetaan tanah yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan penghasil bioenergi. Sebagai contoh, tanaman sorghum dapat dikembangkan pada daerah sangat kering seperti di Jawa Timur, Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, dan Meraoke. Singkong dapat dikembangkan pada daerah yang relatif kering seperti Lampung dan beberapa daerah lain di Jawa Timur dan Indonesia bagian Timur. Tanaman sagu dapat dikembangkan di daerah rawa-rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Bersamaan dengan itu, diperlukan pengembangan varietas benih dan bibit unggul melalui kegiatan pemuliaan, pengembangan cara budidaya, penanggulangan hama dan penyakit pengganggu tanaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar